Cinta yang mati

Juli 14, 2017

           
            Aku selalu ingin berada disampingnya karna aku mencintainya. Ya, bisa dikatakan diluar keluarganya mungkin hanya aku yang rela mati untuknya. Kami mengecap manisnya kasih sayang berdua, hingga pada tahun ke-3 semuanya hilang. 5 tahun yang lalu aku diterima bekerja, saat itu aku baru saja mendapatkan gelar sarjana alias fresh graduate. 1 tahun berkerja aku ditugaskan untuk melakukan presentasi yang seharusnya dilakukan oleh seniorku, sialnya dia memiliki urusan mendadak yang ntah apa itu. Syukurnya semua berjalan lancar, aku dengan baik menjelaskan apa rencana yang akan kami kembangkan. Pimpinanpun menyetujui rencana dari tim kami. Sejak saat itu pimpinan mulai sering berkunjung untuk menanyai setiap perkembangan dari rencana yang telah direncanakan. 1 tahun telah berlalu, aplikasi perusahaan kami cukup sukses dikalangan konsumen sebagai salah satu cara simple berbelanja yang terpercaya.
Seiring berjalannya waktu, aku dan pimpinanku sering melakukan pertemuan singkat diluar kantor untuk membahas pekerjaan. Kami bisa begitu akrab dikarenakan umur kami yang tidak terpaut jauh. Aku berumur 24 tahun dan dia 27 tahun yang secara tidak langsung menjadi bos termuda diperusahaan. Semakin lama pertemanan kami semakin intens diluar kantor, tetapi saat bekerja kami sangatlah profesional. Sehingga hampir tidak ada yang tau kalau kami cukup akrab. Aku kira awalnya hanya aku yang menyimpan rasa dalam pertemanan ini. Sampai akhirnya dia menyatakan cinta kepadaku. Aku merasa ini mimpi, seakan aku tidak ingin terbangun.. ajaibnya aku sedang tidak tidur. Ini bukan mimpi! Seruku dalam hati. Aku senang bukan kepayang, dia lelaki muda yang baik dan sopan ditambah lagi diusia yang terbilang masih muda dia telah menjadi bos. Kami saling menyatakan perasaan dan mungkin kami telah resmi jadian saat itu. Fikiranku dipenuhi bunga-bunga yang bermekaran. Pipiku merah merona padahal belum dicubit olehnya, ah indahnya! Pikirku..
Selama hampir tiga tahun ini ku rasakan manisnya cinta yang dia beri. Ketika sedang makan malam setelah menahan rindu akibat bekerja secara profesional, kepalaku terasa pusing dan pipiku terasa kebas. Ternyata diakibatkan hantaman kemarahan yang ditujukan kepadaku. Ada sesosok wanita, bisa dikatakan seumuran deganku yang memakiku habis-habisan. Aku sangat terkejut karna pada saat perjalanan kami hampir memasuki usia ke tiga pacaran, aku baru mengetahui kalau dia adalah lelaki beristri! Terpukul? Sedih? Kecewa? Marah? Semua kurasakan saat itu. Aku hanya terdiam menerima semua cacian dan hantaman yang ditujukan kepadaku. Kekasihku atau kukatan suaminya sibuk memegangi tubuh wanita itu agar menjauh dariku. Aku mulai menangis ditengah kekacauan itu. Rambutku seakan rontok setelah ditarik olehnya. Setelah tamparan yang kedua mendarat dipipiku, lelaki yang kusayangi mulai membawa wanita itu keluar. Saat lelaki yang kusayangi itu sibuk menahan rontaan kemarahan istrinya, dia menatapku lirih sambil mengucap maaf. Satu kata yang tidak akan merubah segalanya, sekarang maupun selamanya.
Aku minta maaf  Nay, aku sungguh minta maaf  karna telah menyuruhmu merahasiakan hubungan kita di kantor, karna itu juga kamu tidak pernah mendengar kabar istriku. Jarang sekali karyawan membicarakannya karna diapun bekerja di luar negeri selama 5 tahun terakhir. Aku sungguh menyesal Nay, tapi aku benar mencintaimu. Aku sebenarnya ingin jujur malam ini, tapi kejujuranku kalah cepat dengan istriku. Aku benar mencintaimu Nay! Benar! Aku menyesal dengan apa yang terjadi kepadamu!!! Sosok lelaki yang kukasihi masih saja menangis terisak didekatku. Aku bisa melihatnya.  Ku katakan padanya bahwa aku sudah memaafkanmu. Entah bodoh atau aku telah dibutakannya, aku menjawab aku benar mencintaimu, Roy! Kekasihku yang telah beristri! Cuma kusayangkan kenapa tidak ada kejujuran dari awal, Roy? Kenapa kau tak jujur saja kalau telah memiliki istri? Aku juga tidak pernah berniat untuk merebutmu. Yang kuketahui kau berstatus lajang. Kenapa Roy? Kenapa menyembunyikan hubunganmu dari ku? Dan menyembunyikan hubungan kita dari orang? Oh! Ini alasannya! Teriakku. Kau sengaja menutupiku agar kebohonganmu tidak terbongkar. Begitukah?! Suaraku menggelegar keangkasa, yang diakhiri oleh isak tangisku. Tetapi Roy tetap saja menangis didekatku, seolah tidak menghiraukan ucapanku.

1 bulan setelah kejadiaan tersebut aku melihat Roy menangis terisak ditempat kami makan terakhir kali. Aku melihat Roy menangis, menangisiku! Maafku tiada berguna Nay, seandainya aku tidak egois, mungkin kau masih disini. Aku mendengar lirih ucapan Roy. Yang kuingat terakhir kali, istri Roy melepas pegangan Roy lalu berlari kearahku dengan amarah dia menghujam kepalaku dengan kursi. Semenjak ingatanku saat itu, hanya aku yang dapat melihat Roy menangis. 

You Might Also Like

0 komentar